5 Alasan Mengapa Minat Membaca di Indonesia Rendah
5 Alasan Mengapa Minat Membaca di Indonesia Rendah
Assalamualaikum sahabat lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).
Bukti membaca menjadi salah satu hal terpenting dalam hidup ini sudah disinggung dalam Alquran. Kita pun sudah mengetahui manfaat-manfaat dari membaca, tapi mengapa minat membaca masyarakat di Indonesia masih rendah?
Sebelum mengetahui alasan-alasannya, ada baiknya kita mengetahui dulu, fakta dan data yang membuktikan kalau minat membaca di Indonesia ini rendah. Jadi, jangan ke mana-mana ya, tetap simak terus ulasannya di sini.
1] Minat baca orang Indonesia itu urutan terbawah di Asean, hasil survei Unesco
Hasil survei Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Internasional atau United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization atau lebih dikenal dengan nama Unesco menyebutkan, minat baca masyarakat Indonesia paling rendah di Asean, yakni Hanya 0,01%. Artinya, hanya satu dari 1.000 orang, hanya 1 orang yang rajin membaca. Jumlah ini tentu saja jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Jepang, yaitu sebesar 45% dan Singapura, yaitu sebesar 55%.
2] Penelitian CCSU Indonesia masuk peringkat 60-an di dunia
Diambil dari sumber kominfo.go.id (10/10/2017), riset yang berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Peringkat tersebut persis berada di bawah negara Thailand dan di atas negara Bostwana. Padahal dari segi penilaian infastruktur unuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara di Eropa.
3] Pisa: Indonesia mendapat nilai terendah dalam sains, membaca, dan matematika
Dirilis dari thejakartapost.com (4/12/2019), penelitian Program for International Student Assessment (Pisa), yang dirilis oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) yang baru juga masih menunjukkan bahwa siswa Indonesia mendapat nilai terendah dalam sains, membaca, dan matematika. Menurut laporan tersebut, rata-rata skor kinerja membaca siswa Indonesia sebesar 371 poin. Angka tersebut menempatkan minat membaca orang Indonesia jauh di bawah rata-rata yang ditetapkan oleh OECD yaitu sebesar 487.
Melihat data-data tersebut, penulis teringat dengan pernyataan Almarhum Prof. DR. M. Bambang Pranowo, MA., mantan guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah dan mantan Rektor Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten dalam buku ‘Pemahaman Dasar Membaca’. Beliau mengatakan ada 7 alasan mengapa minat membaca Indonesia rendah.
1] Maraknya teknologi informasi yang berkembang di masyarakat
60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget. Baik itu gawai, laptop, komputer, atau televisi. Angka itu merupakan angka tertinggi ke-5 di dunia untuk kategori negara yang penduduknya terbanyak kepemilikan gadget. Dilansir dari kominfo.go.id (10/10/2017), Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018, jumlah pengguna aktif ponsel pintar di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Jumlah itu membuat Indonesia berada di peringkat ke-4 di dunia dalam keaktifan penggunaan ponsel pintar.
Mirisnya minat baca rendah, tapi data wearesocial per 2017, mengungkapkan, orang Indonesia bisa menatap layar gadget 9 jam sehari.
2] Minimnya keluarga dalam menanamkan tradisi membaca
Almarhum Profesor Bambang Pranowo berpendapat, untuk menumbuhkan minat membaca anak itu harus dibudayakan dan dimulai dari dalam rumah atau keluarga. Hal senada juga diungkapkan oleh Tati Yuliarti, Kepala Sekolah TK Negeri Pembina Tingkat Nasional.
Dikutip dari beritasatu.com (5/12/2019), “Kegiatan parenting gerakan orang tua membaca buku atau mendongeng untuk anaknya ini perlu dilakukan terutama di era teknologi saat ini. Jangan sampai gawai digunakan hanya untuk fokus bermain game saja, sehingga menjadi tertinggal dalam dunia pendidikan,” tutur Tati Yuliarti, Kepala Sekolah TK Negeri Pembina Tingkat Nasional.
Baca juga:
3] Kurangnya daya beli masyarakat terhadap buku
Sudah menjadi rahasia umum, kalau harga buku di Indonesia masih terbilang mahal. Oleh karena itu, bagi masyarakat menengah ke bawah, akan lebih mementingkan kebutuhan untuk makan terlebih dahulu dibandingkan membeli buku. Padahal, masyarakat sebenarnya paham kalau dengan membaca bisa meningkatkan kualitas dan taraf hidupnya.
4] Budaya tutur di masyarakat Indonesia masih jauh lebih dominan ketimbang budaya baca dan tulis
Poin ke-4 inilah yang akhirnya membuat para penggerak literasi untuk membudayakan membaca buku dengan berkisah atau mendongeng. Hal itu dimaksudkan agar dapat mengedukasi anak untuk memiliki daya ingat yang lebih baik, berpikir logis, dan kreatif.
“Pendidikan literasi diharapkan pada anak usia dini berperan sebagai pondasi bagi mereka yang memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, dan kreatif di masa yang akan datang. Mendongeng atau kegiatan story telling sekaligus dapat mempersiapkan anak untuk masuk ke tingkat sekolah dasar, karena anak-anak sudah mengenal tiga poin tersebut, sehingga ke depannya tidak akan mengalami permasalahan yang sangat prinsip,” jelas Kasi PAUD (Kepala Divisi Pendidikan Anak Usia Dini) dan Diknas (Pendidikan Nasional) Suku Dinas Jakarta Selatan, Sukamto. (Sumber: beritasatu.com (5/12/2019)).
5] Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) kurang memotivasi anak untuk mempelajari buku-buku selain buku paket
Sistem KBM yang ada saat ini masih sering terpusat pada guru atau kegiatan transfer ilmunya, hanya menjejali siswa dengan informasi semata. Ilmu pengetahuan yang didapat siswa hanya hasil dikte guru ke murid, bukan hasil dari daya pikir anak karena berdiskusi dengan gurunya. Gaya KBM seperti ini yang akhirnya membuat siswa jadi malas membaca.
Itulah 5 alasan mengapa minat membaca Indonesia rendah. Kira-kira apa yang bisa sahabat lithaetr lakukan untuk meningkatkan minat baca anak? Berikan tanggapannya di kolom komentar, ya.
Sumber informasi:
Komentar
Posting Komentar