5 Role Model Lithaetr Saat Menyusun Mimpi
5 Role Model Lithaetr Saat Menyusun Mimpi
Assalamualaikum Sahabat Lithaetr, mari masuki dunia lifestyle, parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).
Dikarenakan 2020 akan segera berakhir, saya jadi ingin sedikit napak tilas tentang role model Lithaetr, yang akhirnya membuat saya memiliki banyak mimpi. Mengapa saya memilih bermimpi untuk menjadi seperti mereka? Sepertinya saya merasa perlu untuk menelaah lagi niat saya yang sebenarnya.
Oleh karena itu, tulisan ini juga menjadi bahan evaluasi mimpi dan aliran rasa bagi saya pribadi, setelah ikutan menyimak sedikit orientasi Kampung Komunitas batch 2. Semoga sahabat Lithaetr, mau membaca curhatan saya ini, ya. Buat sahabat yang berkenan meneruskan membaca, saya doakan agar mimpi-mimpi yang belum terwujud bisa segera terlaksana, aamiin.
Baiklah, mari kita simak curhatan sederhana berikut ini,
Apa itu role model?
Jika diambil dari google translate, arti role model adalah panutan. Sementara arti panutan itu adalah teladan. Jadi, saya mencoba menuliskan siapa-siapa yang menjadi inspirasi saya dalam merajut mimpi.
Kali ini saya mencoba membahas role model yang saya jadikan dalam memilih profesi. Sementara kalau tokoh yang dijadikan teladan kehidupan, kita sebagai umat muslim, pasti akan merujuk kepada Baginda Rasulullah Saw.
Oleh karena itu, saya mencoba membahas orang-orang yang telah mempengaruhi saya memiliki mimpi atau cita-cita saya sekarang. Yang pasti saya berani mengatakan, “Orang yang sukses itu bukan semata-mata karena bakat. Akan tetapi, diperlukan kerja keras dan menempa diri untuk terus menerus menjadi ahli di bidang yang kita sukai tersebut.”
Hal tersebut dibuktikan oleh orang-orang yang akan saya bahas di bawah ini.
Role model Lithaetr saat menyusun mimpi
Sempat saya bahas sedikit di atas soal bakat, karena saya merasa cita-cita atau mimpi saya ini sudah berada dalam darah daging saya. Ibarat peribahasa, Buah Jatuh tidak akan Jauh dari Induk Pohonnya. Begitulah mimpi dan cita-cita saya tercipta.
Mimpi ini sudah mengalir dan diturunkan dari dalam keluarga saya. Walaupun saya baru tahu belakangan kalau eyang ayah saya, Basuki Effendy, adalah seorang sutradara film Indonesia. Maka dari itu wajar kalau saya merasakan getaran ingin menjadi sutradara dan menulis naskah, karena profesi itu sudah ada dalam nadi dan darah saya.
Sebuah kisah masa lalu yang kurang begitu mengenakkan, membuat beliau menutup kisah jayanya saat membuat film kepada cucunya. Saya mengenal Basuki Effendy dan Lumongga Harahap (Eyang Mama Oka), adalah seorang pengusaha desain interior dan eksterior untuk tanaman.
Ternyata setelah beliau berdua wafat dan almarhumah mama tiba-tiba berkenan berbagi cerita, barulah saya tahu kalau eyang ayah dan eyang mama itu dulu adalah kru film.
Kakek saya itu menjadi produser dan sutradara, sementara nenek saya menjadi tata rias karakter untuk aktor dan aktrisnya. Itulah mengapa cita-cita dan mimpi saya sudah menjadi bakat.
Dari kecil, saya memang suka menonton cerita, bercerita, dan membuat cerita. Saya bisa menceritakan dengan detail apa yang saya tonton. Kemudian saya suka membuat cerita dengan boneka-boneka saya.
Setelah masuk sekolah dasar (SD), saya berusaha membuat cerita bergambar, karena terinpirasi dari komik-komik yang saya baca. Puncaknya adalah membuat cerita untuk acara ulang tahun sekolah, waktu kelas 4 SD.
Waktu itu saya terinspirasi dari cerita hansel dan gretel, makanya saya membuat cerita 7 sahabat yang berusaha menyelamatkan diri dari nenek sihir. Drama ini benar-benar ada naskahnya, lo. Siapa yang membuatnya?
Yang membantu membuat naskahnya adalah role model saya yang pertama, yaitu Basuki Effendy. Beliaulah yang membantu mewujudkan mimpi saya pertama kali.
Saat membuat drama untuk dipentaskan di acara ulang tahun sekolah itu, saya berperan sebagai sutradara, penulis naskah, dan aktor sekaligus. Bagi anak kelas 4 SD itu sangat luar biasa. Saya masih ingat betul, bagaimana saya berdiskusi dengan teman-teman dalam mengatur gestur saat menjadi tokoh yang mereka perankan.
Saat itu latihan berperannya di garasi rumah eyang di pulo mas. Yang paling sering diajak diskusi adalah teman saya yang menjadi nenek sihir, sebab dialah kunci dalam drama ini.
Setelah latihan yang luar biasa, tibalah pementasan dan eyang mama membantu dalam hal kostum sekaligus tata riasnya. Saya masih ingat betul teman saya yang menjadi nenek sihir itu begitu seram, hingga tidak terlihat seperti anak kelas 4 SD.
Pokoknya penampilan kami itu mendapatkan tepuk tangan yang meriah dari penonton dan inilah titik awal saya ingin menjadi sutradara serta penulis naskah. Saya merasa ada dunia ajaib yang luar biasa, bila saya menjadi seorang sutradara dan penulis naskah.
Namun waktu itu bakat tersebut belumlah terpupuk dengan baik, sehingga saya kembali menyaksikan tiga buah film yang membuat saya begitu terkesan. Ketiga film tersebut adalah Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta, dan Titanic.
Dari situlah saya tahu dengan nama-nama Mira Lesmana, Riri Riza, Rudi Soedjarwo, dan Steven Spielberg. Yups, mereka itulah yang menjadi role model saya yang kedua.
Merekalah yang semakin membuat saya yakin kalau dunia membuat karya produksi itu begitu menarik dan menyenangkan. Apalagi saya bisa mendapatkan kesempatan bertemu langsung dengan panutan saya itu luar biasa.
Saya bertemu Rudi Soedjarwo itu karena om berteman akrab dengan kakak dari sutradara Indonesia tersebut, jadilah waktu premier film Mendadak Dangdut, om mengajak saya untuk menontonnya.
Seketika itu saya merasakan darah saya mendidih karena gembira. Saya ikut berdegup kencang ketika film berakhir dan semua penonton memberikan tepuk tangan, yang kemudian disambut majunya satu per satu kru produksinya. Di mulai dari aktor dan aktrisnya dan di akhiri oleh sang sutradara.
Kemudian sutradara memberikan sambutan dan terima kasih, saya pun semakin yakin kalau saya ingin berada di bawah sana suatu saat nanti dan bisa melihat karya saya mendapat sambutan ramah seperti ini. Itulah mimpi dan cita-cita saya.
Tentu saja, tidak akan afdal kalau saya belum memiliki role model aktor atau aktris yang saya sukai. Saya merasa perlu mencari dasar aktor dan aktris yang bagaimana yang menjadi idola saya.
Oleh karena itu, saya pun punya standar idola bagi aktor dan aktris saya. Sebut saja nama Shahrukh khan, Jo Jung Suk, Ji Sung, Mathias Muchus, Lukman Sardi, Joe Taslim, dan Reza Rahadian.
Wah, kok cuma aktor saja? Eits, saya juga punya idola aktris kok seperti, Christine Hakim, Dian Sastro, Adinia Wirasti, Kajol, dan Kim Tae Hee. Ya, itulah role model saya ketika akan memilih artis saya kelak.
Kemudian, salah satu film yang saya tonton yaitu Petualangan Sherina sangat membuat saya terkesan, sehingga saya suka dengan genre drama musikal. Film-film seperti La La Land, August Rush, Phantom of the opera, dan film-film Bollywood, selalu menjadi favorit saya. Makanya saya pun punya role model pemusik.
Saat duduk di bangku SD saya sempat suka dengan Backstreet Boys, NSYNC, dan Westlife. Kemudian saat duduk di sekolah menengah atas (SMA), saya mulai suka lagu-lagu dari Korea Selatan. Sebut saja Bigband dan Super Junior.
Baca juga,
Pesona 14 Tahun Bigbang yang Tak Pernah Pudar
DNA World Tour Buktikan Backstreet Boys Adalah Legenda
Segitiga utama dalam produksi tidak akan bisa lengkap, jika saya tidak punya role model untuk penulis. Oleh karena itu, saya pun memilih idola saya untuk profesi menulis ini. Sebut saja Asma Nadia, Mira W, Tere Liye, Ahmad Fuadi, Andrea Hirata, JK Rowling, Indari Mastuti, Achie TM, Wulan Mulya Pratiwi, Watiek Ideo, Haeriah Syamsudin, Muyassaroh, dan sahabat-sahabat saya yang juga penulis.
Semenjak mengikuti komunitas menulis, rekan-rekan penulis bagi saya adalah role model. Dari merekalah saya belajar untuk menulis lebih baik lagi. Penulis-penulis itulah role model saya yang keempat.
Lalu, role model saya yang kelima adalah penerbit dan rumah produksi yang membantu serta memberikan support system yang baik, agar bisa mewujudkan imajinasi produser, sutradara, dan penulis. Sebut saja Miles Production, Paramount Picture, Sinemart, MNC Picture, dan rumah-rumah produksi lainnya.
Sementara untuk penerbit ada Penerbit Gramedia, Penerbit Erlangga, Wonderland Publisher, Ibu Ibu Doyan Nulis, Penerbit Rumedia, Penerbit TMH, Penerbit Bitread, Aksana Publisher, dan Penerbit-penerbit indi lainnya.
Penerbit dan rumah produksilah yang menurut saya akan membantu kita dalam mewujudkan mimpi. Tentu saja diperlukan sikap kerja keras, pantang menyerah, tidak sombong, keinganan untuk selalu belajar, dan terus menerus berlatih agar menjadi ahli serta terasah.
Itulah 5 role model Lithaert saat menyusun mimpi untuk memilih karir. Kira-kira siapa nih, role model sahabat Lithaetr? Ditunggu tanggapannya, ya. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar